Awalnya, Leani bermain bulu tangkis sebagai atlet biasa sejak berusia 8 tahun, dan ia berlaga di ajang nasional mulai tahun 1999. Namun, Leani mengalami kecelakaan sepeda motor pada tahun 2011, menyebabkan kaki kirinya mengecil. Karena itu, Leani memutuskan untuk pindah ke kelas disabilitas.
Leani Ratri Oktila layak menyandang ratu para badminton Indonesia. Perempuan kelahiran Siabu, Bangkinang, Kampar, ini berhasil menyumbangkan dua medali emas dan satu medali perak di ajang Paralimpiade Tokyo 2020. Prestasi ini juga menjadi sejarah baru bagi tim paralimpiade Indonesia selama penantian 41 tahun.
Ratri adalah juara dunia para badminton di tiga nomor yakni tunggal putri, ganda putri dan ganda campuran. Ratri juga selama dua tahun berturut-turut yakni 2018 dan 2019 dinobatkan sebagai Atlet Para Badminton Putri Terbaik oleh BWF (Federasi Badminton Dunia). Perjuangan Ratri sampai bisa di puncak prestasi sekarang tidaklah mudah. Terlahir normal dan bermain badminton sejak usia 8 tahun. Namun pada bulan Februari 2011 Ratri mengalami kecelakaan motor.
Kecelakaan itu menyebabkan kaki kiri dan tangan kanannya patah. Ia divonis mengalami gangguan permanen. Kaki kirinya sekarang lebih pendek 11 sentimeter daripada kaki kanannya. Kondisi itu membuat Ratri masuk kategori SL4. Ada 'ritual' membanggakan yang dilakukan Ratri. Setiap turun bertanding, Ratri selalu membawa bendera Merah Putih di dalam tas bertandingnya. Hal itu dilakukannya sebagai motivasi agar mampu mengibarkan bendera Merah Putih itu di podium tertinggi pertandingan yang diikutinya.
Kebiasaan membawa bendera Merah Putih itu diajarkan oleh ayahnya yang bernama F. Mujiran sejak Ratri masih belia. Ratri pun tergolong atlet yang displin dan pekerja keras, setiap latihan pun dia selalu datang tepat waktu dan sering menambah porsi latihanya sendiri. "Saya berani melawan rasa jenuh dan malas agar bisa menjadi atlet yang berprestasi," ujar Ratri.